Oleh:
Moh. Rasyid
Ber-amallah bersama
bulan suci Ramadhan sebelum keistimewaannya menjadi ilusi
Bulan Ramadhan sungguh
adalah bulan yang penuh berkah. Artinya mendatangkan kebaikan yang banyak,
kebaikan yang diperoleh umat muslim di bulan Ramadhan bisa meliputi ukhrowi dan
duniawi
Siapa yang tak tahu
bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh akan keistimewaan serta
keberkahan. Siapa yang belum mengakui atas keagungan-keagungan yang terkandung
di dalam bulan Ramadhan. Dan siapa pula yang belum mendengarkan kabar gembira
bahwa diawalnya terdapat banyak rahmat kemudian pada pertengahan saatnya Allah
SWT mengampuni segala bentuk salah dan dosa manusia, hingga pada akhirnya Allah
SWT membebaskan diri kita dari kepungan api neraka di penghujung bulan Ramadhan
ini.
Bagaimana mungkin kita bisa mengingkari keistimewaan bulan Ramadhan,
sementara bereuforia saja atas kedatangannya merupakan suatu ibadah dimana
Allah SWT mengharamkan api neraka untuk menyentuh tubuh-tubuh kita. Subhanallah Ramadhan luar biasa.
Kita-khususnya kaum
muslim secara bersama-sama telah mengakui keistimewaan bulan Ramadhan dari pada
bulan yang lainnya. Terbukti sebelum dan sesudah bulan Ramadhan datang, kita
kerap memasang perasaan bahagia tiada tara. Sebelum, kita gembira karena akan
menyambut kedatangan suatu bulan yang mulia. Kemudian sesudahnya kita pun
gembira karena akan merayakan hari kemenangan setelah satu bulan suntuk
berperang melawan nafsu-nafsu yang senantiasa mengiming-imingi kita dengan keindahan
duniawi yang menggiurkan. Walau pun pada akhirnya, kita harus bersimpuh-sedih
karena berpisah dengan para mantan mungkin tak sesakit berpisah dengan bulan
Ramadhan.
Pengakuan yang timbul
dari diri manusia atas segala bentuk mutiara Ramadhan kemudian mengekspresikan
sikap dan tindakannya selama satu bulan hidup bersamanya. Pengakuan yang baik
(dari nurani) akan memancarkan kebaikan pula, sementara bilamana pengakuan
tersebut hanya semu (dalam arti antonim) maka sudah barang tentu menimbulkan
aroma negatif yang sebetulnya semakin menjauhkan diri manusia dari nilai
estetika Ramadhan. Semuanya bergantung pada bagaimana sesungguhnya pengakuan
kita terhadap satu bulan yang suci bernama Ramadhan.
Dalam keseharian di
bulan Ramadhan, kerap kali kita menyaksikan orang-orang sekitar yang tampak
bersusah payah menyucikan diri dengan amal-amal Sholeh. Perbuatan terpuji
tersebut muncul oleh karena adanya energi positif yang menstimulasi diri kita
agar senantiasa berlomba-lomba dalam meraih keberkahan Ramadhan.
Sebaliknya, tidak pernah jarang kita pun menyaksikan orang-orang yang
justru sikap serta tindakannya sama sekali tidak mencerminkan keindahan wajah
Ramadhan, sekalipun mereka sebetulnya menyadari betul akan keistimewaan bulan
Ramadhan ini. Itu tidak lain karena disebabkan oleh pengakuan yang
tidak substansial, pengakuan yang tidak dilatari oleh nurani yang tulus.
Betapa banyak dari kita ini yang dengan lantangnya meneriakkan keistimewaan
bulan Ramadhan, tetapi pada kenyataannya kitalah yang justru congkak dalam keistimewaan
itu sendiri. Betapa sering kita meng-update status seputar
Ramadhan melalui Facebook, WhatsApp, Twitter, LINE dan yang lainnya dari Sosial
Media. Namun sayang, pada prakteknya konten sebijaksana tersebut tidak bisa
kita tuangkan ke dalam tindakan nyata.
Betapa ruginya diri ini
ketika hanya bisa berkata lantang tentang keistimewaan Ramadhan namun
seringkali mengabaikannya dalam amalan. Bukankah hal tersebut jelas-jelas tidak
diperbolehkan dalam dogma Agama kita? Betul memang, Islam menganjurkan agar
pemeluknya senantiasa menyerukan nilai-nilai kebaikan sekaligus praktek atau
pengamalannya.
Jika sudah demikian
buruk adanya, lantas kemanakah keberkahan bulan Ramadhan yang sejak hulu hingga
hilir kita serukan mati-matian itu? Akankah ia sirna begitu saja dari pandangan
mereka yang hanya pandai beretorika dan bombastis? Na'udzubillahi min dzalik,
katakan kebenaran walau sebetulnya itu pahit.
Ramadhan kini telah
tiba kembali setelah 11 (sebelas) bulan meninggalkan kita semua. Bulan yang
kita nanti-nantikan, bahkan siapa sangka kita bakal menjumpainya kembali di
tahun ini, ternyata ia telah bersimpuh-pasrah dihadapan kita dengan raut wajah
manis nan jelita.
Bagaimana seharusnya
kita menyikapi bulan suci Ramadhan, serta apa sebetulnya yang kita harapkan dari
padanya?
Tentu pembaca yang
budiman sudah begitu banyak mendapatkan ilmu pengetahuan yang mengajarkan
tatacara meraih kebaikan. Bahwa kebaikan hanya dapat diraih dengan kebaikan
pula. Mustahil ia datang tanpa ada upaya-upaya baik yang kita lakukan. Upaya
baik yang dimaksud adalah yang baik dalam pandangan manusia, serta baik disisi
Allah SWT.
Sehingga sampai pada
titik akhir, yaitu setelah berpisah dengan bulan Ramadhan kita akan memetik
buah-buahannya. Artinya, berhasil tidaknya ibadah kita selama bulan Ramadhan
tidak cukup hanya diukur saat Ramadhan berlangsung saja, justru sesudah kita
melewatinya hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dan
seterusnya.
Jika sesudah Ramadhan kita menjadi lebih baik dari pada sebelumnya, sangat
mungkin kebaikan-kebaikan bulan Ramadhan telah merasuki jiwa-raga kita untuk
selama-lamanya. Namun jika sebaliknya yang terjadi,
jangan-jangan selama bulan Ramadhan kita tidak pernah berupaya untuk meraih
kebaikan itu, sehingga nilai estetika Ramadhan menjadi ilusi yang tidak bisa
diwujudkan dengan cara apapun. Semoga pembaca yang budiman pada khususnya, dan
umat muslim pada umumnya mendapatkan benih-benih keistimewaan bulan suci
Ramadhan.
Tentang
Penulis:
Oleh:
Moh. Rasyid
Judul:
Keistimewaan Ramadhan Telah Sirna
Penulis
adalah mahasiswa Hukum Bisnis Syariah semester akhir (8), kelahiran kota
Sumenep-Madura.
Label: Berita Terbaru